1. Apa yang disebut
Pencemaran Air ?
Istilah pencemaran air atau polusi
air dapat dipersepsikan berbeda oleh
satu orang dengan orang lainnya mengingat banyak pustaka acuan yang merumuskan
definisi istilah tersebut, baik dalam kamus atau buku teks ilmiah. Pengertian
pencemaran air juga didefinisikan dalam Peraturan Pemerintah, sebagai turunan
dari pengertian pencemaran lingkungan hidup yang didefinisikan dalam
undang-undang. Dalam praktek operasionalnya, pencemaran lingkungan hidup tidak
pernah ditunjukkan secara utuh, melainkan sebagai pencemaraan dari
komponen-komponen lingkungan hidup, seperti pencemaran air, pencemaran air
laut, pencemaran air tanah dan
pencemaran udara. Dengan demikian, definisi pencemaran air mengacu pada
definisi lingkungan hidup yang ditetapkan dalam UU tentang lingkungan hidup
yaitu UU No. 23/1997.
Dalam PP No. 20/1990 tentang
Pengendalian Pencemaran Air, pencemaran air didefinisikan sebagai : “pencemaran air adalah masuknya atau
dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air
oleh kegiaan manusia sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu
yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya”
(Pasal 1, angka 2). Definisi pencemaran air tersebut dapat diuraikan sesuai
makna pokoknya menjadi 3 (tga) aspek, yaitu aspek kejadian, aspek penyebab atau
pelaku dan aspek akibat (Setiawan, 2001).
Berdasarkan definisi pencemaran air, penyebab
terjadinya pencemaran dapat berupa masuknya mahluk hidup, zat, energi atau
komponen lain ke dalam air sehingga menyebabkan kualitas air tercemar. Masukan
tersebut sering disebut dengan istilah unsur
pencemar, yang pada prakteknya masukan tersebut berupa buangan yang
bersifat rutin, misalnya buangan limbah cair. Aspek pelaku/penyebab dapat yang
disebabkan oleh alam, atau oleh manusia. Pencemaran yang disebabkan oleh alam
tidak dapat berimplikasi hukum, tetapi Pemerintah tetap harus menanggulangi
pencemaran tersebut. Sedangkan aspek akibat dapat dilihat berdasarkan penurunan
kualitas air sampai ke tingkat tertentu.
Pengertian tingkat tertentu dalam definisi tersebut adalah tingkat kualitas air
yang menjadi batas antara tingkat
tak-cemar (tingkat kualitas air belum sampai batas) dan tingkat cemar (kualitas air yang telah
sampai ke batas atau melewati batas). Ada standar baku mutu tertentu untuk
peruntukan air. Sebagai contoh adalah pada UU Kesehatan No. 23 tahun 1992 ayat
3 terkandung makna bahwa air minum yang dikonsumsi masyarakat, harus memenuhi
persyaratan kualitas maupun kuantitas, yang persyaratan kualitas tettuang dalam
Peraturan Mentri Kesehatan No. 146 tahun 1990 tentang syarat-syarat dan
pengawasan kualitas air. Sedangkan parameter kualitas air minum/air bersih yang
terdiri dari parameter kimiawi, fisik, radioaktif dan mikrobiologi, ditetapkan
dalam PERMENKES 416/1990 (Achmadi,
2001).
2.2. Indikator Pencemaran
Air
Indikator atau tanda bahwa air
lingkungan telah tercemar adalah adanya perubahan atau tanda yang dapat diamati
yang dapat digolongkan menjadi :
-
Pengamatan secara fisis, yaitu pengamatan
pencemaran air berdasarkan tingkat kejernihan air (kekeruhan), perubahan suhu,
warna dan adanya perubahan warna, bau dan rasa
-
Pengamatan secara kimiawi, yaitu pengamatan
pencemaran air berdasarkan zat kimia yang terlarut, perubahan pH
-
Pengamatan secara biologis, yaitu pengamatan
pencemaran air berdasarkan mikroorganisme yang ada dalam air, terutama ada
tidaknya bakteri pathogen.
Indikator yang umum diketahui pada
pemeriksaan pencemaran air adalah pH atau konsentrasi ion hydrogen, oksigen
terlarut (Dissolved Oxygen, DO),
kebutuhan oksigen biokimia (Biochemiycal
Oxygen Demand, BOD) serta kebutuhan oksigen kimiawi (Chemical Oxygen Demand, COD).
pH atau Konsentrasi Ion
Hidrogen
Air normal yang memenuhi syarat untuk suatu
kehidupan mempunyai pH sekitar 6,5 – 7,5. Air akan bersifat asam atau basa
tergantung besar kecilnya pH. Bila pH di bawah pH normal, maka air tersebut
bersifat asam, sedangkan air yang mempunyai pH di atas pH normal bersifat basa.
Air limbah dan bahan buangan industri akan mengubah pH air yang akhirnya akan
mengganggu kehidupan biota akuatik.
Sebagian besar biota akuatik sensitif
terhadap perubahab pH dan menyukai pH antara 7 – 8,5. Nilai pH sangat
mempengaruhi proses biokimiawi perairan , misalnya proses nitrifikasi akan
berakhir pada pH yang rendah. Pengaruh nilai pH pada komunitas biologi perairan
dapat dilihat pada table di bawah ini :
Tabel : Pengaruh pH Terhadap Komunitas
Biologi Perairan
Nilai
pH
|
Pengaruh
Umum
|
6,0 – 6,5
|
1.
Keanekaragaman plankton dan bentos sedikit menurun
2.
Kelimpahan total, biomassa, dan produktivitas tidak mengalami perubahan
|
5,5 – 6,0
|
1.
Penurunan nilai keanekaragaman plankton dan bentos semakin tampak
2.
Kelimpahan total, biomassa, dan produktivitas masih belum mengalami
perubahan yang berarti
3.
Algae hijau berfilamen mulai tampak pada zona litoral
|
5,0 – 5,5
|
1.
Penurunan keanekaragaman dan komposisi jenis plankton, perifilton dan
bentos semakin besar
2.
Terjadi penurunan kelimpahan total dan biomassa zooplankton dan bentos
3.
Algae hijau berfilamen semakin banyak
4.
Proses nitrifikasi terhambat
|
4,5 – 5,0
|
1.
Penurunan keanekaragaman dan komposisi jenis plankton, perifilton
dan bentos semakin besar
2.
Penurunan kelimpahan total dan biomassa zooplankton dan bentos
3.
Algae hijau berfilamen semakin banyak
4.
Proses nitrifikasi terhambat
|
Sumber : modifikasi Baker et al., 1990 dalam
Efendi, 2003
Pada pH < 4, sebagian
besar tumbuhan air mati karena tidak dapat bertoleransi terhadap pH rendah.
Namun ada sejenis algae yaitu Chlamydomonas
acidophila mampu bertahan pada pH =1 dan algae Euglena pada pH 1,6.
Oksigen terlarut (DO)
Tanpa adanya oksegen terlarut,
banyak mikroorganisme dalam air tidak dapat hidup karena oksigen terlarut
digunakan untuk proses degradasi senyawa organic dalam air. Oksigen dapat
dihasilkan dari atmosfir atau dari reaksi fotosintesa algae. Oksigen yang
dihasilkan dari reaksi fotosintesa algae tidak efisien, karena oksigen yang
terbentuk akan digunakan kembali oleh algae untuk proses metabolisme pada saat
tidak ada cahaya. Kelarutan oksigen dalam air tergantung pada temperature dan
tekanan atmosfir. Berdasarkan data-data temperature dan tekanan, maka kalarutan
oksigen jenuh dalam air pada 25o C dan tekanan 1 atmosfir adalah
8,32 mg/L (Warlina, 1985).
Kadar oksigen terlarut yang tinggi
tidak menimbulkan pengaruh fisiologis bagi manusia. Ikan dan organisme akuatik
lain membutuhkan oksigen terlarut dengan jumlah cukup banyak. Kebutuhan oksigen
ini bervariasi antar organisme. Keberadaan logam berta yang berlebihan di
perairan akan mempengaruhi system respirasi organisme akuatik, sehingga pada
saat kadar oksigen terlarut rendah dan terdapat logam berat dengan konsentrasi
tinggi, organisme akuatik menjadi lebih menderita (Tebbut, 1992 dalam Effendi,
2003).
Pada siang hari, ketika matahari
bersinar terang, pelepasan oksigen oleh proses fotosintesa yang berlangsung
intensif pada lapisan eufotik lebih besar daripada oksigen yang dikonsumsi oleh
proses respirasi. Kadar oksigen terlarut dapat melebihi kadar oksigen jenuh,
sehingga perairan mengalami supersaturasi. Sedangkan pada malam hari, tidak ada
fotosintesa, tetapi respirasi terus berlangsung. Pola perubahan kadar oksigen
ini mengakibatkan terjadinya fluktuasi harian oksigen pada lapisan eufotik
perairan. Kadar oksigen maksimum terjadi pada sore hari dan minimum pada pagi
hari.
Kebutuhan Oksigen Biokimia
(BOD)
Dekomposisi bahan organic terdiri
atas 2 tahap, yaitu terurainya bahan organic menjadi anorganik dan bahan
anorganik yang tidak stabil berubah menjadi bahan anorganik yang stabil,
misalnya ammonia mengalami oksidasi menjadi nitrit atau nitrat (nitrifikasi).
Pada penentuan nilai BOD, hanya dekomposisi tahap pertama ynag berperan,
sedangkan oksidasi bahan anorganik (nitrifikasi) dianggap sebagai zat
pengganggu.
Dengan demikian, BOD adalah
banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme dalam lingkungan air
untuk memecah (mendegradasi) bahan buangan organic yang ada dalam air menjadi
karbondioksida dan air. Pada dasarnya, proses oksidasi bahan organic
berlangsung cukup lama. Menurut Sawyer dan McCarty, 1978 (Effendi, 2003) proses
penguraian bahan buangan organic melalui proses oksidasi oleh mikroorganisme
atau oleh bakteri aerobic adalah :
CnHaObNc + (n
+ a/4 – b/2 – 3c/4) O2 →
n CO2 + (a/2 – 3c/2) H2O + c NH3
Bahan organic oksigen bakteri aerob
Untuk kepentingan praktis, proses oksidasi
dianggap lengkap selama 20 hari, tetapi penentuan BOD selama 20 hari dianggap
masih cukup lama. Penentuan BOD
ditetapkan selam 5 hari inkubasi, maka biasa disebut BOD5. Selain memperpendek waktu yang
diperlukan, hal ini juga dimaksudkan untuk meminimumkan pengaruh oksidasi
ammonia yang menggunakan oksigen juga. Selama 5 hari masa inkubasi,
diperkirakan 70% - 80% bahan organic telah mengalami oksidasi. (Effendi,
2003).
Jumlah mikroorganisme dalam air lingkungan
tergantung pada tingkat kebersihan air. Air yang bersih relative mengandung
mikroorganisme lebih sedikit dibandingkan yang tercemar. Air yang telah
tercemar oleh bahan buangan yang bersifat antiseptic atau bersifat racun,
seperti fenol, kreolin, detergen, asam cianida, insektisida dan sebagainya,
jumlah mikroorganismenya juga relative sedikit. Sehingga makin besar kadar BOD
nya, maka merupakan indikasi bahwa perairan tersebut telah tercemar, sebagai
contoh adalah kadar maksimum BOD5 yang diperkenankan untuk
kepentingan air minum dan menopang kehidupan organisme akuatik adalah 3,0 – 6,0
mg/L berdasarkan UNESCO/WHO/UNEP, 1992. Sedangkan berdasarkan
Kep.51/MENKLH/10/1995 nilai BOD5 untuk baku mutu limbah cair bagi
kegiatan industri golongan I adalah 50 mg/L dan golongan II adalah 150
mg/L.
Kebutuhan Oksigen Kimiawi
(COD)
COD adalah jumlah oksigen yang
diperlukan agar bahan buangan yang ada dalam air dapat teroksidasi melalui
reaksi kimia baik yang dapat didegradasi secara biologis maupun yang sukar
didegradasi. Bahan buangan organic tersebut akan dioksidasi oleh kalium
bichromat yang digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent) menjadi gas CO2 dan gas H2O
serta sejumlah ion chrom. Reaksinya sebagai berikut :
HaHbOc + Cr2O7
2- + H +
→ CO2 + H2O + Cr 3+
Jika
pada perairan terdapat bahan organic yang resisten terhadap degradasi biologis,
misalnya tannin, fenol, polisacharida dansebagainya, maka lebih cocok dilakukan
pengukuran COD daripada BOD. Kenyataannya hampir semua zat organic dapat
dioksidasi oleh oksidator kuat seperti kalium permanganat dalam suasana asam,
diperkirakan 95% - 100% bahan organic dapat dioksidasi.
Seperti pada BOD, perairan dengan
nilai COD tinggi tidak diinginkan bagi kepentingan perikanan dan pertanian.
Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mg/L,
sedangkan pada perairan tercemar dapat lebih dari 200 mg/L dan pada limbah
industri dapat mencapai 60.000 mg/L (UNESCO,WHO/UNEP, 1992).
III. SUMBER PENCEMARAN AIR
Banyak penyebab sumber pencemaran
air, tetapi secara umum dapat dikategorikan menjadi 2 (dua) yaitu sumber
kontaminan langsung dan tidak langsung. Sumber langsung meliputi efluen yang
keluar dari industri, TPA sampah, rumah tangga dan sebagainya. Sumber tak
langsung adalah kontaminan yang memasuki badan air dari tanah, air tanah atau atmosfir berupa hujan
(Pencemaran Ling. Online, 2003). Pada dasarnya sumber pencemaran air
berasal dari industri, rumah tangga dan
pertanian. Tanah dan air tanah
mengandung sisa dari aktivitas pertanian misalnya pupuk dan pestisida.
Kontaminan dari atmosfir juga berasal dari aktifitas manusia yaitu pencemaran
udara yang menghasilkan hujan asam.
Pengaruh bahan pencemar yang berupa
gas, bahan terlarut, dan partikulat terhadap lingkungan perairan dan kesehatan
manusia dapat ditunjukkan secara skematik sebagai berikut :
Gambar : Bagan Pengaruh Beberapa Jenis Bahan Pencemar
terhadap
Lingkungan Perairan
|

3.1. Komponen Pencemaran Air
Saat ini hampir 10 juta zat kimia
telah dikenal manusia, dan hampir 100.000 zat kimia telah digunakan secara
komersial. Kebanyakan sisa zat kimia tersebut dibuang ke badan air atau air
tanah. Sebagai contoh adalah pestisida yang biasa digunakan di pertanian,
industri atau rumah tangga, detergen yang biasa digunakan di rumah tangga atau
PCBs yang biasa digunakan pada alat-alat elektronik.
Erat kaitannya dengan masalah indikator
pencemaran air, ternyata komponen pencemaran air turut menentukan bagaimana
indikator tersebut terjadi. Menurut Wardhana (1995), komponen pencemaran air
dapat dikelompokkan sebagai bahan buangan:
1.
padat
2. organic dan olahan bahan makanan
3. anorganik
4. cairan berminyak
5. berupa panas
6. zat kimia.
3.1.1.
Bahan buangan padat
Yang dimaksud bahan buangan padat
adalah adalah bahan buangan yang berbentuk padat, baik yang kasar atau yang
halus, misalnya sampah. Buangan tersebut bila dibuang ke air menjadi pencemaran
dan akan menimbulkan pelarutan, pengendapan ataupun pembentukan koloidal.
Apabila bahan buangan padat tersebut
menimbulkan pelarutan, maka kepekatan atau berat jenis air akan naik.
Kadang-kadang pelarutan ini disertai pula dengan perubahan warna air. Air yang
mengandung larutan pekat dan berwarna gelap akan mengurangi penetrasi sinar
matahari ke dalam air. Sehingga proses fotosintesa tanaman dalam air akan
terganggu. Jumlah oksigen terlarut dalam air menjadi berkurang, kehidupan organisme
dalam air juga terganggu.
Terjadinya endapan di dasar perairan
akan sangat mengganggu kehidupan organisme dalam air, karena endapan akan
menutup permukaan dasar air yang mungkin mengandung telur ikan sehingga tidak
dapat menetas. Selain itu, endapan juga dapat menghalangi sumber makanan ikan
dalam air serta menghalangi datangnya sinar matahari.
Pembentukan koloidal terjadi bila
buangan tersebut berbentuk halus, sehingga sebagian ada yang larut dan sebagian
lagi ada yang melayang-layang sehingga air menjadi keruh. Kekeruhan ini juga
menghalangi penetrasi sinar matahari, sehingga menghambat fotosintesa dan
berkurangnya kadar oksigen dalam air.
3.1.2.
Bahan buangan organic dan olahan bahan makanan
Bahan buangan organic umumnya berupa
limbah yang dapat membusuk atau terdegradasi oleh mikroorganisme, sehingga bila
dibuang ke perairan akan menaikkan populasi mikroorganisme. Kadar BOD dalam hal
ini akan naik. Tidak tertutup kemungkinan dengan berambahnya mikroorganisme
dapat berkembang pula bakteri pathogen
yang berbahaya bagi manusia. Demikian pula untuk buangan olahan bahan makanan
yang sebenarnya adalah juga bahan buangan organic yang baunya lebih menyengat.
Umumnya buangan olahan makanan mengandung protein dan gugus amin, maka bila
didegradasi akan terurai menjadi senyawa yang mudah menguap dan berbau busuk
(misal. NH3).
3.1.3.
Bahan buangan anorganik
Bahan buangan anorganik sukar
didegradasi oleh mikroorganisme, umumnya adalah logam. Apabila masuk ke
perairan, maka akan terjadi peningkatan jumlah ion logam dalam air. Bahan
buangan anorganik ini biasanya berasal dari limbah industri yag melibatkan
penggunaan unsure-unsur logam seperti timbal (Pb), Arsen (As), Cadmium (Cd),
air raksa atau merkuri (Hg), Nikel (Ni), Calsium (Ca), Magnesium (Mg) dll.
Kandungan ion Mg dan Ca dalam air
akan menyebabkan air bersifat sadah. Kesadahan air yang tinggi dapat merugikan
karena dapat merusak peralatan yang terbuat dari besi melalui proses
pengkaratan (korosi). Juga dapat menimbulkan endapan atau kerak pada peralatan.
Apabila ion-ion logam berasal dari
logam berat maupun yang bersifat racun seperti Pb, Cd ataupun Hg, maka air yang
mengandung ion-ion logam tersebut sangat berbahaya bagi tubuh manusia, air
tersebut tidak layak minum.
3.1.4.
Bahan buangan cairan berminyak
Bahan buangan berminyak yang dibuang
ke air lingkungan akan mengapung menutupi permukaan air. Jika bahan buangan
minyak mengandung senyawa yang volatile, maka akan terjadi penguapan dan luas
permukaan minyak yang menutupi permukaan air akan menyusut. Penyusutan minyak
ini tergantung pada jenis minyak dan waktu. Lapisan minyak pada permukaan air
dapat terdegradasi oleh mikroorganisme tertentu, tetapi membutuhkan waktu yang
lama.
Lapisan minyak di permukaan akan
mengganggu mikroorganisme dalam air. Ini
disebabkan lapisan tersebut akan menghalangi diffusi oksigen dari udara ke
dalam air, sehingga oksigen terlarut akan berkurang. Juga lapisan tersebut akan
menghalangi masuknya sinar matahari ke dalam air, sehingga fotosintesapun
terganggu. Selain itu, burungpun ikut terganggu, karena bulunya jadi lengket,
tidak dapat mengembang lagi akibat kena minyak.
3.1.5.
Bahan buangan berupa panas (polusi thermal)
Perubahan kecil pada temperatur air
lingkungan bukan saja dapat menghalau ikan atau spesies lainnya, namun juga
akan mempercepat proses biologis pada tumbuhan dan hewan bahkan akan menurunkan
tingkat oksigen dalam air. Akibatnya akan terjadi kematian pada ikan atau akan
terjadi kerusakan ekosistem. Untuk itu, polusi thermal inipun harus dihindari.
Sebaiknya industri-industri jika akan
membuang air buangan ke perairan harus memperhatikan hal ini.
3.1.6.
Bahan buangan zat kimia
Bahan buangan zat kimia banyak
ragamnya, tetapi dalam bahan pencemar air ini akan dikelompokkan menjadi :
a. Sabun (deterjen, sampo dan bahan
pembersih lainnya),
b. Bahan pemberantas hama
(insektisida),
c. Zat warna kimia,
d. Zat radioaktif
a. Sabun
Adanya bahan buangan zat kimia yang
berupa sabun (deterjen, sampo dan bahan pembersih lainnya) yang berlebihan di
dalam air ditandai dengan timbulnya buih-buih sabun pada permukaan air.
Sebenarnya ada perbedaan antara sabun dan deterjen serta bahan pembersih
lainnya. Sabun berasal dari asam lemak (stearat, palmitat atau oleat) yang
direaksikan dengan basa Na(OH) atau K(OH), berdasarkan reaksi kimia berikut ini
:
C17H35COOH +
Na(OH) → C17H35COONa
+ H2O
Asam stearat basa sabun
Sabun natron (sabun keras) adalah garam
natrium asam lemak seperti pada contoh reaksi di atas. Sedangkan sabun lunak
adalah garam kalium asam lemak yang diperoleh dari reaksi asam lemak dengan
basa K(OH). Sabun lemak diberi pewarna yang menarik dan pewangi (parfum) yang
enak serta bahan antiseptic seperti pada sabun mandi. Beberapa sifat sabun
antara lain adalah sebagai berikut :
a. Larutan sabun mempunyai sifat
membersihkan karena dapat mengemulsikan
kotoran yang melekat pada badan
atau pakaian
b. Sabun dengan air sadah tidak
dapat membentuk busa, tapi akan membentuk
endapan :
2 (C17H35COONa)
+ CaSO4 →
(C17H35COO)2Ca + Na2SO4
endapan
c. Larutan sabun bereaksi basa karena terjadi
hidrolisis sebagian.
Sedangkan deterjen adalah juga bahan
pembersih sepeti halnya sabun, akan tetapi dibuat dari senyawa petrokimia.
Deterjen mempunyai kelebihan dibandingkan dengan sabun, karena dapat bekerja
pada air sadah. Bahan deterjen yang umum digunakan adalah
dedocylbenzensulfonat. Deterjen dalam air akan mengalami ionisassi membentuk komponen
bipolar aktif yang akan mengikat ion Ca dan/atau ion Mg pada air sadah.
Komponen bipolar aktif terbentuk pada ujung dodecylbenzen-sulfonat. Untuk dapat
membersihkan kotoran dengan baik, deterjen diberi bahan pembentuk yang bersifat
alkalis. Contoh bahan pembentuk yang bersifat alkalis adalah natrium
tripoliposfat.
Bahan buangan berupa sabun dan
deterjen di dalam air lingkungan akan mengganggu karena alasan berikut :
a. Larutan sabun akan menaikkan pH
air sehingga dapat menggangg kehidupan
organisme di dalam air. Deterjen yang
menggunakan bahan non-Fosfat akan
menaikkan pH air sampai sekitar
10,5-11
b. Bahan antiseptic yang ditambahkan
ke dalam sabun/deterjen juga mengganggu
kehidupan mikro organisme di
dalam air, bahkan dapat mematikan
c. Ada sebagian bahan sabun atau
deterjen yang tidak dapat dipecah (didegradasi)
oleh mikro organisme yang ada
di dalam air. Keadaan ini sudah barang tentu
akan merugikan lingkungan. Namun
akhir-akhir ini mulai banyak digunakan
bahan sabun/deterjen yang dapat
didegradsi oleh mikroorganisme
b. Bahan pemberantas Hama
Pemakaian bahan pemberantas hama
(insektisida) pada lahan pertanian seringkali mekiputi daerah yang sangat luas,
sehingga sisa insektisida pada daerah pertanian tersebut cukup banyak. Sisa
bahan insektisida tersebut dapat sampai ke air lingkungan melalui pengairan
sawah, melalui hujan yang jatuh pada daerah pertanian kemudian mengalir ke
sungai atau danau di sekitarnya. Seperti halnya pada pencemaran udara, semua
jenis bahan insektisida bersifat racun apabila sampai kedalam air lingkungan.
Bahan insektisida dalam air sulit untuk
dipecah oleh mikroorganisme, kalaupun biasanya hal itu akan berlangsung dalam
waktu yang lama. Waktu degradasi oleh mikroorganisme berselang antara beberapa
minggu sampai dengan beberapa tahun. Bahan insektisida seringkali dicampur
dengan senyawa minyak bumi sehingga air yang terkena bahan buangan pemberantas
hama ini permukaannya akan tertutup lapisan minyak
c. Zat Warna Kimia
Zat warna dipakai hampir pada semua
industri. Tanpa memakai zat warna, hasil atau produk industri tidak menarik.
Oleh karena itu hampir semua produk memanfaatkannya agar produk itu dapat
dipasarkan dengan mudah.
Pada dasarnya semua zat warna adalah racun
bagi tubuh manusia. Oleh karena itu pencemaran zat warna ke air lingkungan
perlu mendapat perhatian sunggh-sungguh agar tidak sampai masuk ke dalam tubuh
manusia melalui air minum. Ada zat warna tertentu yang relatif aman bagi
manusia, yaitu zat warna yang digunakan pada industri bahan makanan dan
minuman, industri farmasi/obat-obatan.
Zat warna tersusun dari chromogen dan auxochrome. Chromogen merupakan senyawa aromatic yang berisi
chromopore, yaitu zat pemberi warna yang berasal dari radikal kimia, misal
kelompok nitroso (-NO), kelompok azo (-N=N-), kelompok etilen (>C=C<) dan
lain lain. Macam-macam warna dapat diperoleh dari penggabungan radikal kimia
tersebut di atas dengan senyawa lain. Sedangkan auxochrome adalah radikal yang
memudahkan terjadinya pelarutan, sehingga zat warna dapat mudah meresap dengan
baik ke dalam bahan yang akan diberi warna. Contoh auxochrome adalah –COOH atau
–SO3H atau kelompok pembentuk garam –NH2 atau –OH.
Zat warna dapat pula diperoleh dari
senyawa anorganik dan mineral alam yang disebut dengan pigmen. Ada pula bahan
tambahan yang digunakan sesuai dengan fungsinya, misalnya bahan pembentuk
lapisan film (misal, bahan vernis, emulsi lateks), bahan pengencer (misal,
terpentin, naftalen), bahan pengering (missal, Co, Mn, naftalen), bahan anti
mengelupas (missal, polihidroksi fenol) dan bahan pembentuk elastic (misal,
minyak).
Berdasarkan bahan susunan zat warna
dan bahan-bahan yang ditambahkan, dapat dimengerti bahwa hampir semua zat warna
kimia adalah racun. Apabila masuk ke dalam tubuh manusia dapat bersifat cocarcinogenik, yaitu merangsang
tumbuhnya kanker. Oleh sebab itu, pembuangan zat kimia ke air lingkungan
sangatlah berbahaya. Selain sifatnya racun, zat warna kimia juga akan mempengaruhi
kandungan oksigen dalam air mempengaruhi pH air lingkungan, yang menjadikan
gangguan bagi mikroorganisme dan hewan air.
d. Zat radioaktif
Tidak tertutup kemungkanan adanya
pembuangan sisa zat radioaktif ke air lingkungan secara langsung. Ini
dimungkinkan karena aplikasi teknologi nuklir yang menggunakan zat radioaktif
pada berbagai bidang sudah banyak dikembangkan, sebagai contoh adalah aplikasi
teknologinuklir pada bidang pertanian, kedokteran, farmasi dan lain lain.
Adanya zat radioaktif dalam air lingkungan jelas sangat membahayakan bagi
lingkungan dan manusia. Zat radioaktif dapat menimbulkan kerusakan biologis
baik melalui efek langsung atau efek tertunda.
IV. DAMPAK PENCEMARAN AIR
Pencemaran air dapat berdampak
sangat luas, misalnya dapat meracuni air minum, meracuni makanan hewan, menjadi
penyebab ketidak seimbangan ekosistem sungai dan danau, pengrusakan hutan
akibat hujan asam dsb.
Di badan air, sungai dan danau,
nitrogen dan fosfat dari kegiatan pertanian telah menyebabkan pertumbuhan
tanaman air yang di luar kendali yang disebut eutrofikasi (eutrofication). Ledakan pertumbuhan tersebut menyebabkan oksigen
yang seharusnya digunakan bersama oleh seluruh hewan/tumbuhan air, menjadi
berkurang. Ketika tanaman air tersebut mati, dekomposisinya menyedot lebih
banyak oksigen. Akibatnya ikan akan mati dan aktivitas bakteri akan menurun.
Dampak pencemaran air pada umumnya
dibagi dalam 4 kategori (KLH, 2004)
- dampak terhadap kehidupan biota
air
- dampak terhadap kualitas air tanah
- dampak terhadap kesehatan
- dampak terhadap estetika
lingkungan
4.1. Dampak terhadap kehidupan biota air
Banyaknya zat pencemar pada air
limbah akan menyebabkan menurunnya kadar oksigen terlarut dalam air tersebut.
Sehingga akan mengakibatkan kehidupan dalam air yang membutuhkan oksigen
terganggu serta mengurangi perkembangannya. Selain itu kematian dapat pula
disebabkan adanya zat beracun yang juga menyebabkan kerusakan pada tanaman dan
tumbuhan air.
Akibat matinya bakteri-bakteri, maka
proses penjernihan air secara alamiah yang seharusnya terjadi pada air limbah
juga terhambat. Dengan air limbah menjadi sulit terurai. Panas dari industri
juaga akan membawa dampak bagi kematian organisme, apabila air limbah tidak
didinginkan dahulu.
4.2. Dampak terhadap kualitas air tanah
Pencemaran air tanah oleh tinja yang
biasa diukur dengan faecal coliform
telah terjadi dalam skala yang luas, hal ini telah dibuktikan oleh suatu survey
sumur dangkal di Jakarta. Banyak penelitian yang mengindikasikan terjadinya
pencemaran tersebut.
4.3. Dampak terhadap
kesehatan
Peran air sebagai pembawa penyakit
menular bermacam-macam antara lain :
-
air sebagai media untuk hidup mikroba
pathogen
-
air sebagai sarang insekta penyebar penyakit
-
jumlah air yang tersedia tak cukup, sehingga
manusia bersangkutan tak dapat membersihkan diri
-
air sebagai media untuk hidup vector penyakit
Ada beberapa penyakit yang masuk dalam
katagori water-borne diseases, atau
penyakit-penyakit yang dibawa oleh air, yang masih banyak terdapat di daerah-daerah.
Penyakit-penyakit ini dapat menyebar bila mikroba penyebabnya dapat masuk ke
dalam sumber air yang dipakai masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Sedangkan jenis mikroba yang dapat menyebar lewat air antara lain, bakteri,
protozoa dan metazoa.
Tabel : Beberapa Penyakit Bawaan Air dan Agennya
Agen
|
Penyakit
|
Virus
|
|
Rotavirus
|
Diare
pada anak
|
Virus
Hepatitis A
|
Hepatitis
A
|
Virus
Poliomyelitis
|
Polio
(myelitis anterior acuta)
|
Bakteri
|
|
Vibrio
cholerae
|
Cholera
|
Escherichia
Coli
|
Diare/Dysenterie
|
Enteropatogenik
|
|
Salmonella
typhi
|
Typhus
abdominalis
|
Salmonella
paratyphi
|
Paratyphus
|
Shigella
dysenteriae
|
Dysenterie
|
Protozoa
|
|
Entamuba
histolytica
|
Dysentrie
amoeba
|
Balantidia
coli
|
Balantidiasis
|
Giarda
lamblia
|
Giardiasis
|
Metazoa
|
|
Ascaris
lumbricoides
|
Ascariasis
|
Clonorchis
sinensis
|
Clonorchiasis
|
Diphyllobothrium
latum
|
Diphylobothriasis
|
Taenia
saginata/solium
|
Taeniasis
|
Schistosoma
|
Schistosomiasis
|
Sumber : KLH, 2004
4.4. Dampak terhadap
estetika lingkungan
Dengan semakin banyaknya zat organic
yang dibuang ke lingkungan perairan, maka perairan tersebut akan semakin
tercemar yang biasanya ditandai dengan bau yang menyengat disamping tumpukan
yang dapat mengurangi estetika lingkungan. Masalah limbah minyak atau lemak
juga dapat mengurangi estetika. Selain bau, limbah tersebut juga menyebabkan
tempat sekitarnya menjadi licin. Sedangkan limbah detergen atau sabun akan
menyebabkan penumpukan busa yang sangat banyak. Inipun dapat mengurangi
estetika.
V. PENANGGULANGANGAN PENCEMARAN
AIR
Pengendalian/penanggulangan
pencemaran air di Indonesia telah diatur melalui Peraturan Pemerintah Nomor 82
tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas dan Pengendalian Pencemaran Air. Secara
umum hal ini meliputi pencemaran air baik oleh instansi ataupun non-instansi.
Salah satu upaya serius yang telah dilakukan Pemerintah dalam pengendalian
pencemaran air adalah melalui Program Kali Bersih (PROKASIH). Program ini
merupakan upaya untuk menurunkan beban limbah cair khususnya yang berasal dari
kegiatan usaha skala menengah dan besar, serta dilakukan secara bwertahap untuk
mengendalikan beban pencemaran dari sumber-sumber lainnya. Program ini juga
berusaha untuk menata pemukiman di bantaran sungai dengan melibatkan masyarakat
setempat (KLH, 2004).
Pada prinsipnya ada 2 (dua) usaha untuk
menanggulangi pencemaran, yaitu penanggulangan secara non-teknis dan secara
teknis. Penanggulangan secara non-teknis
yaitu suatu usaha untuk mengurangi pencemaran lingkungan dengan cara
menciptakan peraturan perundangan yang dapat merencanakan, mengatur dan
mengawasi segala macam bentuk kegiatan industri dan teknologi sehingga tidak
terjadi pencemaran. Peraturan perundangan ini hendaknya dapat memberikan
gambaran secara jelas tentang kegiatan industri yang akan dilaksanakan,
misalnya meliputi AMDAL, pengaturan dan pengawasan kegiatan dan menanamkan
perilaku disiplin. Sedangkan penanggulangan secara teknis bersumber pada
perlakuan industri terhadap perlakuan buangannya, misalnya dengan mengubah
proses, mengelola limbah atau menambah alat bantu yang dapat mengurangi
pencemaran.
Sebenarnya penanggulangan pencemaran air
dapat dimulai dari diri kita sendiri. Dalam keseharian, kita dapat mengurangi
pencemaran air dengan cara mengurangi produksi sampah (minimize) yang kita hasilkan setiap hari. Selain itu, kita dapat
pula mendaur ulang (recycle) dan
mendaur pakai (reuse) sampah
tersebut.
Kitapun perlu memperhatikan bahan
kimia yang kita buang dari rumah kita. Karena saat ini kita telah menjadi
masyarakat kimia, yang menggunakan ratusan jenis zat kimia dalam keseharian
kita, seperti mencuci, memasak, membersihkan rumah, memupuk tanaman, dan
sebagainya. Kita harus bertanggung jawab terhadap berbagai sampah seperti
makanan dalam kemasan kaleng, minuman dalam botol dan sebagainya, yang memuat
unsur pewarna pada kemasannya dan kemudian terserap oleh air tanah pada tempat
pembuangan akhir. Bahkan pilihan kita untuk bermobil atau berjalan kaki, turut
menyumbangkan emisi asam atu hidrokarbon ke dalam atmosfir yang akhirnya
berdampak pada siklus air alam.
Menjadi konsumen yang bertanggung
jawab merupakan tindakan yang bijaksana. Sebagai contoh, kritis terhadap barang
yang dikonsumsi, apakah nantinya akan menjadi sumber bencana yang persisten,
eksplosif, korosif dan beracun atau degradable
(dapat didegradasi alam)? Apakah barang yang kita konsumsi nantinya dapat
meracuni manusia, hewan, dan tumbuhan aman bagi makhluk hidup dan lingkungan ?
Teknologi dapat kita gunakan untuk
mengatasi pencemaran air. Instalasi pengolahan air bersih, instalasi pengolahan
air limbah, yang dioperasikan dan dipelihara baik, mampu menghilangkan
substansi beracun dari air yang tercemar. Dari segi kebijakan atau peraturanpun
mengenai pencemaran air ini telah ada. Bila kita ingin benar-benar hal tersebut
dapat dilaksanakan, maka penegakan hukumnya harus dilaksanakan pula. Pada
akhirnya, banyak pilihan baik secara pribadi ataupun social (kolektif) yang
harus ditetapkan, secara sadar maupun tidak, yang akan mempengaruhi tingkat
pencemaran dimanapun kita berada. Walaupun demikian, langkah pencegahan lebih
efektif dan bijaksana.
Melalui penanggulangan pencemaran
ini diharapkan bahwa pencemaran akan berkurang dan kualitas hidup manusia akan
lebih ditingkatkan, sehingga akan didapat sumber air yang aman, bersih dan
sehat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar